Allah Ta’ala telah mengutamakan sebagian
waktu (zaman) di atas sebagian lainnya,
sebagaimana Dia mengutamakan
sebagian manusia di atas sebagian
lainnya dan sebagian tempat di atas tempat
lainnya. Allah Ta’ala berfirman,“Dan Rabbmu
menciptakan apa yang Dia kehendaki dan
memilihnya, sekali-kali tidak ada pilihan bagi
mereka” (QS al-Qashash:68).
Termasuk dalam hal ini adalah bulan
Ramadhan yang Allah Ta’ala utamakan
dan istimewakan dibanding bulan-bulan
lainnya, sehingga dipilih-Nya sebagai waktu
dilaksanakannya kewajiban berpuasa yang
merupakan salah satu rukun Islam.
Sungguh Allah Ta’ala memuliakan bulan yang
penuh berkah ini dan menjadikannya sebagai
salah satu musim besar untuk menggapai
kemuliaan di akhirat kelak, yang merupakan
kesempatan bagi hamba-hamba Allah Ta’ala
yang bertakwa untuk berlomba-lomba dalam
melaksanakan ketaatan dan mendekatkan diri
kepada-Nya.
Bagaimana Seorang Muslim Menyambut
Bulan Ramadhan?
Bulan Ramadhan yang penuh kemuliaan dan
keberkahan, padanya dilipatgandakan amal-amal
kebaikan, disyariatkan amal-amal ibadah yang
agung, di buka pintu-pintu surga dan di tutup
pintu-pintu neraka [HSR. Bukhari Muslim]
Oleh karena itu, bulan ini merupakan
kesempatan berharga yang ditunggu-tunggu oleh
orang-orang yang beriman kepada Allah Ta’ala dan
ingin meraih ridha-Nya.
Dan karena agungnya keutamaan bulan
suci ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
selalu menyampaikan kabar gembira kepada para
sahabat radhiyallahu ‘anhum akan kedatangan
bulan yang penuh berkah ini.
Sahabat yang mulia, Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, menyampaikan kabar
gembira kepada para sahabatnya, “Telah datang
bulan Ramadhan yang penuh keberkahan, Allah
mewajibkan kalian berpuasa padanya, pintu-pintu
surga di buka pada bulan itu, pintu-pintu neraka
di tutup, dan para setan dibelenggu. Pada bulan
itu terdapat malam (kemuliaan/lailatul qadr)
yang lebih baik dari seribu bulan, barangsiapa
yang terhalangi (untuk mendapatkan) kebaikan
malam itu maka sungguh dia telah dihalangi (dari
keutamaan yang agung)”[HR. Ahmad].
Dulunya, para ulama salaf jauh-jauh hari
sebelum datangnya bulan Ramadhan berdoa
dengan sungguh-sungguh kepada Allah Ta’ala agar
mereka mencapai bulan yang mulia ini, karena
mencapai bulan ini merupakan nikmat yang
besar bagi orang-orang yang dianugerahi taufik
oleh Alah Ta’ala. Mu’alla bin al-Fadhl berkata,
“Dulunya (para salaf) berdoa kepada Allah Ta’ala
(selama) enam bulan agar Allah mempertemukan
mereka dengan bulan Ramadhan, kemudian
mereka berdoa kepada-Nya (selama) enam bulan
(berikutnya) agar Dia menerima (amal-amal
shaleh) yang mereka (kerjakan)”.
Tentu saja persiapan diri yang dimaksud di sini
bukanlah dengan memborong berbagai macam
makanan dan minuman lezat di pasar untuk
persiapan makan sahur dan balas dendam ketika
berbuka puasa. Juga bukan dengan mengikuti
berbagai program acara Televisi yang lebih banyak
merusak dan melalaikan manusia dari mengingat
Allah Ta’ala dari pada manfaat yang diharapkan,
itupun kalau ada manfaatnya.
Tapi persiapan yang dimaksud di sini
adalah mempersiapkan diri lahir dan batin untuk
melaksanakan ibadah puasa dan ibadah-ibadah
agung lainnya di bulan Ramadhan dengan sebaiksebaiknya,
karena balasan kebaikan/keutamaan
dari semua amal shaleh yang dikerjakan
manusia, sempurna atau tidaknya, tergantung
dari sempurna atau kurangnya keikhlasannya
dan jauh atau dekatnya praktek amal tersebut
dari petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Hal ini diisyaratkan dalam sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Terkadang orang
yang berpuasa tidak mendapatkan bagian dari
puasanya kecuali lapar dan dahaga saja”[HR. Ibnu
Majah].
Meraih Takwa dan Kesucian Jiwa dengan
Puasa Ramadhan
Bulan Ramadhan merupakan kesempatan
berharga bagi seorang muslim untuk berbenah
diri guna meraih takwa kepada Allah Ta’ala. Allah
Ta’ala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar
kamu bertakwa” (QS al-Baqarah:183).
Syaikh Abdur Rahman as-Sa’di menjelaskan
unsur-unsur takwa yang terkandung dalam ibadah
puasa, sebagai berikut:
• Orang yang berpuasa (berarti) meninggalkan
semua yang diharamkan Allah (ketika
berpuasa), berupa makan, minum,
berhubungan suami-istri dan sebagainya, yang
semua itu diinginkan oleh nafsu manusia,
untuk mendekatkan diri kepada Allah dan
mengharapkan balasan pahala dari-Nya dengan
meninggalkan semua itu, ini adalah termasuk
takwa (kepada-Nya).
• Orang yang berpuasa (berarti) melatih dirinya
untuk (merasakan) muraqabatullah (selalu
merasakan pengawasan Allah Ta’ala), maka
dia meninggalkan apa yang diinginkan hawa
nafsunya padahal dia mampu (melakukannya),
karena dia mengetahui Allah maha mengawasi
(perbuatan)nya.
• Sesungguhnya puasa akan mempersempit
jalur-jalur (yang dilalui) setan (dalam diri
manusia), karena sesungguhnya setan beredar
dalam tubuh manusia di tempat mengalirnya
darah, maka dengan berpuasa akan lemah
kekuatannya dan berkurang perbuatan maksiat
dari orang tersebut.
• Orang yang berpuasa umumnya banyak
melakukan ketaatan (kepada Allah Ta’ala), dan
amal-amal ketaatan merupakan bagian dari
takwa.
• Orang yang kaya jika merasakan beratnya
(rasa) lapar (dengan berpuasa) maka akan
menimbulkan dalam dirinya (perasaan) iba dan
selalu menolong orang-orang miskin dan tidak
mampu, ini termasuk bagian dari takwa.
Bulan Ramadhan merupakan musim kebaikan
untuk melatih dan membiasakan diri memiliki
sifat-sifat mulia dalam agama Islam, di antaranya
sifat sabar. Sifat yang agung ini, sangat erat
kaitannya dengan puasa, bahkan puasa itu sendiri
adalah termasuk kesabaran. Oleh karena itu Allah
menjadikan ganjaran pahala puasa berlipat-lipat
ganda tanpa batas sebagaimana sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Semua amal
(shaleh yang dikerjakan) manusia dilipatgandakan
(pahalanya), satu kebaikan (diberi ganjaran)
sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat. Allah
Ta’ala berfirman: “Kecuali puasa (ganjarannya
tidak terbatas), karena sesungguhnya puasa
itu (khusus) untuk-Ku dan Akulah yang akan
memberikan ganjaran (kebaikan) baginya”[HSR.
Bukhari Muslim].
Demikian pula sifat sabar, ganjaran pahalanya
tidak terbatas, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
“Sesungguhnya orang-orang yang bersabar akan
disempurnakan (ganjaran) pahala mereka tanpa
batas” (QS az-Zumar:10).
Imam Ibnu Rajab al-Hambali menjelaskan
eratnya hubungan puasa dengan sifat sabar
dalam ucapan beliau,“Sabar itu ada tiga macam:
sabar dalam (melaksanakan) ketaatan kepada
Allah, sabar dalam (meninggalkan) hal-hal yang
diharamkan-Nya, dan sabar (dalam menghadapi)
ketentuan-ketentuan-Nya yang tidak sesuai
dengan keinginan (manusia).
Ketiga macam sabar
ini (seluruhnya) terkumpul dalam (ibadah) puasa”.
Penutup
Demikianlah nasehat ringkas tentang
keutamaan bulan Ramadhan, semoga bermanfaat
bagi semua orang muslim yang beriman kepada
Allah Ta’ala dan mengharapkan ridha-Nya, serta
memberi motivasi menyambut bulan Ramadhan
yang penuh kemuliaan dan mempersiapkan diri
dalam perlombaan untuk meraih pengampunan
dan kemuliaan dari-Nya, dengan bersungguhsungguh
mengisi bulan Ramadhan dengan
ibadah-ibadah agung yang disyariatkan-Nya.
[Ust. Abdullah bin Taslim al-Buthoni, MA]
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !